JUARA 2 LOMBA CERPEN
BELENGGU PEMBUNGKAMAN SUARA DAN EKSPRESI MAHASISWA FISIP
Ines Sabrina
Pintu ruangan sekretariat Himpunan Mahasiswa Pemerintahan atau biasa disebut HIMAPEM diketuk dengan kencang. Rama yang sedang membuat laporan tugasnya terkesiap, ia pun lantas membuka pintu dan menatap Wisnu yang terlihat kesal. Nafas Wisnu terengah-terengah seperti habis lomba lari. Sang ketua Himpunan itu mengajak Wisnu untuk duduk di sampingnya, ia cukup penasaran mengenai berita yang dibawa oleh Wisnu.
Wisnu menghela nafasnya dalam-dalam, ia terlihat ragu untuk menyampaikan semuanya kepada Rama. Melihat kondisi Rama yang sedang dipenuhi kesibukan dan secara otomatis banyak hal yang perlu Rama pikirkan, ia tidak mau menambah beban pikiran ketua Hima itu. Namun, berita ini tidak bisa dibiarkan lagi.
“Ada apa? Cerita aja, lo keliatannya ragu buat cerita.” Ucap Rama dengan menepuk pundak Wisnu.
Salah satu kelebihan Rama adalah sangat peka dengan perasaan anggotanya dan Rama pun mengerti psikologi dari masing-masing anggotanya. Rama adalah ketua yang bertanggung jawab, bijaksana, dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Namun, kehidupannya selama menjabat sebagai ketua Hima selalu direcoki oleh orang-orang dari organisasi eksternal GMB yang menginginkan ia untuk turun dari kursi jabatannya.
“Lima puluh mahasiswa yang mengajukan banding UKT tidak menerima pengembalian uang UKT yang katanya sudah diberikan pada staf BEM.” Ucap Wisnu yang membuat Rama berdesis, tak disangka kejadian seperti ini kembali terulang.
“Lagi-lagi BEM, Wisnu, tolong atur pertemuan gue sama Rafi sore ini.” Ucap Rama seraya mengacak rambutnya sendiri.
Jari tangan Rama mengepal, kesabarannya lagi-lagi diuji oleh para staf BEM yang berada di naungan GMB. GMB memiliki kekuasaan yang sangat kuat di FISIP ini. Mereka sangat kompak untuk membuat mahasiswa sengsara. Sebagai ketua Hima ia tidak mau mahasiswa yang berada di bawah naungannya ikut sengsara juga. Ia ingin menyelesaikan semua ini secepatnya.
***
Suara langkah kaki Rama terdengar nyaring di sepanjang koridor Fakultas, kemudian ia berhenti di depan ruang sekretariat BEM. Di sana ada Rafi yang tak lain adalah ketua BEM FISIP yang sedang bermain game bersama sekretaris BEM yaitu Adjie. Rama kesal bukan main melihat kelakuan ketua BEM yang menurutnya sangat tidak profesional, ia pun masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu.
“Oh ada pak ketum, ada apa kesini?” Tanya Rafi dengan senyuman miring.
“Lo kemanain uang pengembalian UKT mahasiswa Ilmu Pemerintahan yang udah banding?” Tuduh Rama setelah ia duduk di depan Rafi.
“Eits, santai dulu. Uang itu gue masukin kas BEM.” Ucap Rafi dengan sangat santai seraya menyimpan ponselnya, ia menatap Rama dengan acuh tak acuh.
Brakk!
“Fi, lo gila? Mahasiswa ngajuin banding UKT karena mereka butuh uang itu, dan lo seenaknya masukin uang itu buat dijadiin kas!” Bentak Rama seraya memukul meja yang ada di depannya. Rama tidak habis pikir dengan pola pikir bodoh dari Rafi.
“Lo santai aja, enggak akan didemo juga kok. Mereka enggak akan berani sama kita.” Ucap Rafi seraya berdiri dari kursinya.
Rasanya Rama ingin menghantam Rafi dengan pukulannya, namun ia berusaha untuk tetap sabar. Rafi adalah pemimpin yang merampas kebebasan berekspresi dan bersuara dari mahasiswa yang sedang berjuang untuk mendapatkan hak-haknya, ini sama saja seperti korupsi uang mahasiswa.
“Mereka mungkin enggak akan berontak, tapi gue orang pertama yang akan bikin lo hengkang dari kursi BEM.” Ucap Rama dengan menunjuk wajah Rafi.
“Silakan, lo itu cuma ketua himpunan yang nggak punya wewenang.” Sindir Rafi dengan diiringi gelak tawa meremehkan.
Rama kesal, ia pergi begitu saja dari hadapan Rafi. Ia akan mulai mencari cara untuk membuat pemberontakan nyata dengan tema ‘Mosi Tidak Percaya BEM FISIP' dan mencari dukungan sebanyak-banyaknya. Rama sadar, jika bukan ia yang bertindak birokrasi BEM FISIP akan semakin jatuh.
*****
Suara keyboard yang sedang dipakai terdengar di kamar kos yang ukurannya tidak terlalu besar ini. Tangan Rama dengan lincah mengetik caption Instagram, ia membuat postingan yang bertujuan untuk menarik perhatian mahasiswa mengenai kejahatan yang dilakukan oleh BEM FISIP. Namun, sayangnya postingan Rama di Instagram milik Himpunan itu tidak menarik banyak perhatian, hal tersebut karena sebagian besar mahasiswa FISIP adalah bagian dari GMB.
“Gue harus gimana lagi?” Tanya Rama dengan raut wajahnya yang terlihat sudah sangat pasrah.
Pikiran Rama sangat kacau malam ini, hingga tak sadar ia terlelap karena kantuk yang datang menyerangnya. Rama tertidur dengan pikiran yang masih kacau balau, bahkan dalam tidurnya pun ia masih bermimpi mengenai kekacauan yang terjadi pada birokrasi Fakultasnya.
Siang harinya, setelah pulang Kuliah, ia sudah berada di ruang sekretariat Himpunan. Ia sedang memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah ini sendiri, sekretariat memang selalu sepi di siang hari. Biasanya hanya ada ia dan Wisnu. Tak lama, pintu sekretariat dibuka secara paksa, muncul Rafi dan Adjie yang menatap Rama marah.
“Gue di sini cuma mau ngasih peringatan, berhenti ganggu birokrasi BEM FISIP. Lo masih nekat, jangan salahin kita, kalo nanti kita bikin lo sama kacung-kacung lo itu dipersulit di sini!” Bentak Rafi dengan melemparkan map yang berisi surat pengunduran diri Rama.
Setelah itu, Adjie dan Rafi pergi dari sekretariat. Tubuh Rama melemas ketika melihat isi surat tersebut, ia tidak takut dikeluarkan namun ia takut tidak ada lagi yang mau maju untuk membela hak-hak mahasiswa. Rama ingat sekali, nasib Sarah yang tak lain adalah anggota Kominfo dari BEM FISIP yang dipersulit hingga keluar dari kampus karena ia menentang BEM dan GMB, kebebasan berekspresi sangat dilarang di sini.
****
Salah satu tempat untuk menenangkan diri ada di rooftop FISIP, Rama memilih untuk menyendiri sebentar. Ia duduk di lantai yang dingin, angin sepoi-sepoi serta kicauan burung gereja terdengar nyaring. Kehidupan Rama saat ini sedang kacau, ia gagal menjadi seorang pemimpin. Rama merasa sejak awal ia menjabat sebagai ketua Himpunan, ia sudah gagal karena bisa dengan mudah dikendalikan oleh orang-orang GMB.
“Namanya aja Gerakan Mahasiswa Berkarakter, tapi kelakuannya kayak setan semua.” Umpat Rama seraya membuka laptopnya.
Ide cemerlang Rama muncul, ia akan mulai membahas keluh kesahnya ini di platform Twitter. Rama ingat, jika peristiwa yang dibawa pada Twitter bisa viral dan tentu saja hal ini akan sangat membantunya. Tangan Rama mulai mengetik dengan lincah, ia menceritakan permasalahan yang ada di dalam birokrasinya. Terdapat total 50 Tweet yang ada dalam satu thread yang dibuat oleh Rama. Hasilnya tetap nihil, tidak ada satu orang pun yang merespons.
Tetes demi tetes air mata Rama membasahi keyboard Laptop, kekuatan Rama telah hilang entah ke mana. Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa menahan air mata yang hendak keluar. Baginya, laki-laki tidak boleh menangis. Pada sore ini, Rama melanggar prinsipnya sendiri yang membuat dirinya merasa kalau ia adalah laki-laki yang sangat lemah.
Rama memeluk lututnya sendiri, ia menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan. Ia memilih untuk tidur, mencoba mengistirahatkan pikirannya yang sangat kacau. Sepuluh menit berlalu, seorang perempuan datang ke rooftop untuk mencari udara segar setelah seharian kuliah. Gadis itu bernama Saski, ia masih mengenakan almamater Universitas dan membawa buku ditangannya. Saski melihat Rama yang sedang tertidur dipojokkan, ia mendekatinya.
Atensi Saski berpindah ketika melihat laptop Rama yang masih menyala, ia melihat thread yang ditulis Rama. Saski membacanya dengan saksama, betapa mirisnya kondisi birokrasi yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Saski tadinya tidak terlalu peduli, hingga ia menemukan kertas HVS yang ada di bawah laptop Rama, kertas yang menunjukkan nama-nama korban kejahatan BEM FISIP yang salah satunya adalah nama kakaknya.
“Gue gak bisa diem aja.” Ucap Saski seraya mengambil gambar dari isi HVS dan mencatat akun Twitter dari Rama. Setelahnya ia pun pergi meninggalkan lelaki yang sedang terlelap dalam mimpinya itu.
****
Keesokan paginya, Rama meraih ponsel yang ada di tempat tidurnya. Kemarin ia pulang sekitar pukul tujuh malam dan melanjutkan tidurnya di rumah. Rama melihat sebuah keanehan ketika melihat akun Twitter miliknya yang mendadak ramai. Rama melihat jika threadnya ternyata disebarkan oleh akun bernama @binargadis, yang mana pengikutnya hampir mencapai sembilan ratus ribu.
Rama pun mulai mencari tahu akun tersebut. Akun @binargadis adalah salah satu akun untuk mendeklarasikan feminisme untuk melindungi hak-hak kaum perempuan. Rama tahu jika beberapa mahasiswa yang kebebasannya diambil di dalam ruang lingkup FISIP kebanyakan adalah perempuan.
“Siapa pun pemilik akun ini, gue bener-bener berterima kasih.” Ucap Rama dengan senyuman manisnya.
Rama benar-benar memanfaatkan situasi saat ini dengan sebaik-baiknya, ia dan akun @binargadis mencari banyak dukungan baik dari luar maupun dari dalam kampus. Mereka pun pada akhirnya merencanakan demo besar-besaran. Mereka berkumpul untuk melakukan aksi demo dengan membawa tulisan-tulisan besar dari spanduk bekas, karton, dan papan kayu. Seruan mereka adalah “BERIKAN HAK-HAK KAMI PARA MAHASISWA, BEBASKAN KAMI UNTUK BERSUARA DAN BEREKSPRESI DI UNIVERSITAS.”
Kemudian spanduk yang mereka bawa bertuliskan “MOSI TIDAK PERCAYA BEM FISIP.”. Rama berkaca-kaca, ternyata pada akhirnya banyak orang yang memiliki visi dan misi yang sama dengannya.
Punggung Rama ditepuk pelan, lelaki itu menoleh dan mendapati seorang wanita yang sangat cantik. “Rama ya? Gue, Saski pemilik akun @binargadis” Ucap Saski dengan mengajak Rama bersalaman.
“Oh jadi lo? Terima kasih ya, lo sangat membantu.” Ucap Rama dengan wajah yang terlihat senang.
“Sama-sama, gue juga berterima kasih sama lo karena udah share berita ini ke publik. Ayo berjuang bareng-bareng.” Ucap Saski seraya menjulurkan tangannya, dengan penuh semangat diraih oleh Rama.
“Ayo!”
“Tidak ada yang boleh mengambil hak suara dan hak berekspresi manusia. Hak suara dan hak berekspresi termasuk ke dalam HAM yang harus kita jaga sebaik mungkin.” Ucap Saski yang membuat Rama terpesona.
Rama, Saski, Wisnu, dan segerombolan besar mahasiswa mulai berdemo di depan gedung FISIP. Mereka semua adalah pemberontak dan orang-orang baik yang ingin menghentikan birokrasi BEM FISIP yang sudah rusak. Mereka pun menyerukan beberapa ucapan dengan suara lantang.
“KEMBALIKAN HAK-HAK KAMI!” “KAMPUS MERDEKA, BEBAS BERSUARA!”
“MERDEKA BERSUARA! MERDEKA BEREKSPRESI!” “MOSI TIDAK PERCAYA BEM FISIP!”
“TURUNKAN JABATAN KETUA UMUM BEM FISIP!”
Keributan ini membuat dekan dan wakil rektor datang ke gedung Fakultas. Mereka pun menarik Rama, Saski, Rafi, dan Adjie untuk berdiskusi. Rama dan Saski pun menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Rama pun menceritakan keluh kesah yang ia rasakan serta kejahatan yang diperbuat oleh BEM FISIP pada mahasiswa.
“Baiklah, kami sebagai perwakilan dari pihak kampus akan menindak hal ini.” Ucap wakil rektor saat itu.
Rafi mendesis, ia menatap wakil rektor dengan tatapan menantang. Namun pada akhirnya suara Rafi dan Adjie dibungkam. Pihak BEM FISIP kalah karena itu mereka pun berakhir dengan rasa malu yang luar biasa karena telah ketahuan korupsi dan melarang siapa pun untuk bersuara mengenai hal ini.
“Saya berterima kasih kepada bapak karena tidak membiarkan kasus korupsi ini dan diatasi dengan baik.” Ucap Rama seraya mengajak wakil rektor dan dekan bersalaman.
“Sama-sama, tugas kami adalah melindungi hak-hak mahasiswa, kita berada di dalam lingkup kampus merdeka yang artinya semua hal yang menyangkut mahasiswa harus ikut merdeka, tak terkecuali hak berekspresi dan hak bersuara.” Ucap dekan Fakultas dengan senyumannya.
Masih banyak mahasiswa yang kehilangan hak-hak suaranya serta tidak bisa berekspresi dengan bebas. Kadang kala, para penguasa birokrasi dengan seenaknya merampas hak suara mahasiswa demi kepentingan dan egonya sendiri. Tugas sebagai mahasiswa adalah menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan kebebasan bersuara. Kaderisasi memang sangat diperbolehkan, namun jika sampai mengganggu kebebasan suara dan ekspresi mahasiswa yang memiliki ideologi dan pola pikirnya tidak sejalan dengan mereka, tidak boleh sampai mendiskriminasi orang-orang yang berbeda. Untuk mewujudkan lingkungan Universitas yang baik, maka mahasiswanya pun harus baik.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar