Juara 3 Lomba Cerpen
KONTRA ATAU OVERHATE?
Di sebuah daerah terdapat banyak perkumpulan anak muda yang menyenangi suatu hal yang sama yaitu hal yang berbau dengan isu-isu yang tengah hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat tingkat menengah bawah. Perkumpulan itu terdiri dari tiga orang anak lelaki dan satu anak perempuan yang sifatnya sangat jauh berbanding terbalik dengan ketiga temannya.
Bisa dibilang keempat orang itu berteman hanya karena anak perempuan itu terkesan lebih pintar dan mudah untuk bergaul. Bukan bermaksud untuk memanfaatkan, tapi peran perempuan itu begitu penting diantara orang-orang lain yang ada di dalamnya.
Perkenalkan, Amar, lelaki dengan tinggi 165 dengan mulut lemes dan sering kali membuka topik-topik berat padahal dirinya tidak begitu mengerti. Lalu Aris, tidak berbeda jauh dengan Amar, tapi dirinya lebih banyak diam dan menyimak tentang apa saja hal yang tengah dibicarakan oleh teman-temannya.
Selanjutnya Rama, orang paling semangat saat Amar membuka topik dan selalu menebar kebencian tentang apapun. Menurutnya, sudut pandang dirinya itulah yang paling benar diantara temannya yang lain. Terakhir Faradilla atau yang lebih sering di panggil Fara, perempuan yang memiliki hobi membaca yang membuat dirinya memiliki wawasan yang cukup berbeda dengan teman lelakinya. Dirinya yang terbilang pintar itu cenderung menjadi bahan pertanyaan untuk teman-temannya.
Seperti biasa di hari sabtu, keempat orang itu berkumpul di teras rumah Fara dengan membahas isu mengapa korea selatan cenderung selalu menjadi pusat perhatian dunia. Entah idola, gaya, makanan atau bahkan bahasanya.
Amar membuka sebuah artikel di ponselnya.
“Nih ya, lu pada liat. Korsel bener-bener jadi perhatian seluruh dunia. Kenapa kita nggak bisa, ya?”
“Karena kita bukan korsel?” Timpal Aris.
“Bukan gitu maksudnya.” Sanggah Fara. “Karena nggak semua negara mampu buat jadi center gitu si kalo menurut gua. Lagian mereka kan SDMnya memadai, jadi ya wajarwajar aja.” Tambahnya.
“Nggak, Far. Gak wajar.” Sanggah Rama. “Masa lagu pas main bola dikasih lagu korea, aneh.”
“Kan, mulai lagi nih kumat hater.”
“Bukan hater, gua kurang suka aja sesuatu disimpan bukan di tempatnya.” “Terus tempat yang benernya tuh di mana?”
“Ya selain di acara bola, lah. Ini orang capek-capek disuguhi nya lagu korea. Aneh, malah bikin makin capek.”
“Ya udah, lu nggak usah nonton aja, Ram biar nggak sakit kuping dan tambah capek.” Sanggah Amar.
Fara dan Aris yang mendengar ucapan Amar tertawa.
“Ya lagian itu kan hasil voting, bukannya sah-sah saja selama hasilnya nggak dimanipulasi sama pihak sananya? Lagu korea juga nggak selamanya bikin sakit telinga.” Aris menambahkan.
“Tuh kan, Aris aja setuju. Lu jangan overhate deh bro.”
Rama yang mendengarnya hanya memutar matanya, sangat malas.
Saat ini sangat banyak orang-orang yang bersikap seperti Rama di sebuah perkumpulan. Merasa apa yang terjadi tidak bisa diterima atau bahkan sebenarnya bisa dilakukan oleh seseorang yang lebih pandai menurutnya, akan tetapi saat demokrasi dilakukan dan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan kalian itu tidak akan mengubah apapun.
Banyak hal terjadi karena adanya manipulasi, tapi tidak selamanya orang mampu memanipulasi nilai yang telah didapatkan dengan kejelasan banyaknya orang yang mendukung. Cukup menerima dan melihat apa yang akan disuguhkan. Jika tidak suka, ya silahkan pergi saja.
Fara mendekat ke arah Rama yang kini tengah menghisap sebuah rokok yang ada diantara jari tengah dan telunjuknya.
“Marah terus kalo sesuatu nggak sesuai keinginan lu.”
Rama menoleh. “Ya masa olahraga lagunya kpop. Mereka aja gak pake muka yang asli, hasil operasi plastik. Aneh banget banyak yang suka.”
“Emang oplas? Kata siapa?” Amar bersuara.
“Ya menurut lu aja, emang ada orang yang bentuk nya kaya gitu dari lahir?” “Yang ganteng gitu?”
“Ah elah, lu mah mainnya fisik, Far.”
“Lah, ya terus yang kayak gimana? Fara nanya anjir bukan menilai dari fisiknya.” Aris menoyor kepala Rama. “Lagian lu nggak bisa maksa orang buat ikut nggak suka sama apa yang nggak lu suka kali, Ram.”
Rama menghiraukan ucapan temannya.
Bukan kali pertama memang keempat orang ini jatuh ke dalam situasi yang seperti ini. hampir setiap berkumpul dan membahas beberapa hal yang baru saja terjadi, akan ada satu orang yang merasa tidak senang dengan keputusan yang telah diambil oleh sebuah lembaga baik itu lembaga olah raga atau lembaga lain yang memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat dari kubu pro dan kontra.
***
Beberapa waktu lalu timbul masalah mengenai sekolah yang mewajibkan siswa perempuan untuk mengenakan kerudung dan berpakaian seragam yang panjang. Banyak kontra yang menjamur di kalangan masyarakat sekitarnya. Saat itu juga muncul berbagai statement atau pendapat dari banyak kalangan termasuk perkumpulan Fara dengan temantemannya.
“Lu pada gimana tanggapannya?” Kini Aris membuka obrolan.
“Tentang apa?”
“Itu, sekolah.”
Ketiga orang yang ditanya hanya diam, enggan membahas lebih jauh sebenarnya.
“Gimana Ya?”
“Gua sih nggak masalah sama aturan itu, toh gua emang berkerudung juga. Jadi malah membantu orang yang kaya gua buat mempertahankan kerudung di waktu-waktu yang panas kaya jam sekolah.”
“Gua juga nggak gitu masalah sih, gua kan nggak kena sama aturannya juga. Cuma kalo seragam panjang itu seharusnya orang-orang pada seneng nggak sih? Biar nggak kentara gitu kebelangan yang terjadi di kulit dia. Kan tertutupi.” Tambah Rama.
“Tapi gua kasian sama yang non-muslim gitu doang, sih.” Aris kembali bersuara.
“Hah? Kenapa? Kan itu aturan buat yang merasa muslim aja.” Fara menimpali.
“Ya jadi kentara aja gitu kalo dia nggak sama, jadi keliatan banget karena nggak pake kerudung. Takutnya dia ngerasa malu kalo ngumpul sama yang pake kerudung.”
“Hah? Aneh itu namanya, Ris, kalo dia malu ngumpul gitu, berarti di malu sama apa yang dia yakini dong? Kan setiap hal punya aturan yang harus diterapkan. Jadi ya masingmasing aja selagi nggak saling singgung satu sama lain mah.” Ujar Amar.
“Tapi ya, kenapa aturan pake kerudung itu baru dijalankan beberapa tahun kebelakang in gitu? Kenapa nggak dari lama? Kan kalo gini jadi mengundang opini orang tentang perlakuan yang berbeda gitu.” Kini Rama kembali bersuara.
“Setau gua ya, karena orang-orang jaman dulu tuh belum terlalu mementingkan aturan dari apa yang diyakininya sih, soalnya ya waktu zaman itu nggak cuma siswa atau anak sekolah aja yang pakaiannya cenderung pendek dan nggak menutup aurat. Iya gak sih?”
Ketiga temannya mengangguk menyetujui ucapannya.
“Ditambah ilmu pengetahuan yang belum seluas sekarang bikin orang-orang melakukan hal-hal sesuka hati.” Tambahnya.
Seperti itulah keadaan di masyarakat yang sebenarnya. Berpendapat terbilang bebas saat berada di ranah yang tepat. Tidak menyerukan permusuhan dan malah memberikan solusi untuk jalan tengah agar dapat diterima. Sudah sepantasnya kita sebagai manusia untuk selalu mempertimbangkan apa yang ingin kita sampaikan.
Apakah ada di tempat yang benar? Apakah situasi yang baik untuk menyampaikan hal tersebut? Semua selalu berawal dari lingkungan terdekat. Bukan hanya untuk sesaat namun harus mampu membuat setiap orang taat.
Hidup mengharuskan kita untuk berdampingan dan rukun dengan apa yang ada disekitar agar kita mampu mengontrol diri sendiri dan membuka pikiran untuk pendapat orang di luaran. Bukan hanya mementingkan urusan pribadi yang sampai sampai harus mengorbankan kepentingan bersama.
Kita hidup bersama, maka apa yang terjadi harus dilewati bersama-sama.
****
Komentar
Posting Komentar